Beranda | Artikel
Memajukan Bayar Zakat Maal dari Waktu Kebiasaan
Senin, 27 April 2020

Bagaimana jika Anda yang ingin mengajukan zakat lebih awal dari kebiasaan ia bayar ketika telah mencapai haul. Misalnya, ia biasa membayar zakat pada akhir bulan Ramadhan, lalu dimajukan pada awal Ramadhan.

Beberapa hal yang mesti dipahami tentang zakat

Pertama: Zakat dibayar segera kalau memang sudah masuk waktu untuk ditunaikan. Jika telah mencapai nishab dan terpenuhi syarat (yakni melewati haul), delapan ash-naf yang berhak mendapatkan zakat pantas untuk memperoleh bagiannya.

Ada beberapa syarat berkaitan dengan hal ini:

  1. Mampu untuk dibayarkan segera. Berarti harta yang akan dibayarkan zakatnya ada saat itu.
  2. Sudah ada orang yang berhak untuk menerima zakat.
  3. Muzakki (orang yang membayar zakat) tidak sedang sibuk dengan urusan agama dan dunianya. Misal, muzakki lagi tidak sibuk dengan shalat atau makan.
  4. Dikeluarkan setelah panen untuk zakat hasil pertanian.

Akibat menunda membayar zakat:

  1. Berdosa
  2. Kena dhaman. Yang berhak menerima zakat, harus ia beri jaminan. Maksudnya, jika semua harta rusak, zakat menjadi jaminan bagi orang yang punya harta karena dia yang lalai membayar zakat.

Kedua: Zakat boleh disegerakan sebelum waktunya.

Ada zakat yang tidak memperhatikan haul (tidak menunggu masa setahun Hijriyah):

  1. Zakat fitrah
  2. Zakat barang tambang dan rikaz (harta jahiliyah yang terpendam)
  3. Zakat hasil pertanian (tanaman dan buah-buahan)

Ada zakat yang mesti memperhatikan haul, yakni zakat pada mata uang, barang dagangan, dan hewan ternak. Zakat jenis ini mesti memperhatikan nishab dahulu, sudah tercapai ataukah belum, lalu memperhatikan haul (sudah bertahan ataukah belum di atas nishab selama setahun).

Zakat jenis ini terbagi menjadi dua:

  1. Harta yang wajib zakat secara ‘ainiyyah, seperti mata uang dan hewan ternak. Harta ini baru dikeluarkan ketika sudah mencapai nishab (kadar minimal suatu harta terkena zakat). Namun harta tersebut boleh saja dikeluarkan ketika sudah mencapai nishab walaupun belum mencapai haul. Ini bentuknya seperti melunasi utang sebelum jatuh tempo.
  2. Harta yang wajib zakat bukan ‘ainiyyah, seperti barang dagangan. Boleh saja mendahulukan zakat setelah memulai dagang, walaupun belum mencapai nishab dan belum mencapai haul karena syarat nishab baru dianggap pada akhir haul. Jika ada yang membeli barang dagangan 100 lalu dibayarkan zakatnya untuk 200, lalu berlalulah haul dan tercapailah nishab, zakat yang didahulukan tadi dianggap sah.

Namun zakat tidak boleh didahulukan untuk dua tahun atau lebih. Oleh karenanya, ada syarat memajukan penunaian zakat:

  1. Orang memiliki barang dikenai wajib zakat sampai akhir haul. Jika muzakki meninggal dunia sebelum berakhirnya haul, harta zakat yang disegerakan tidaklah teranggap. Harta tersebut berpindah kepemilikan kepada ahli waris.
  2. Harta yang dizakatkan masih terus ada hingga akhir haul.
  3. Yang menerima zakat yang disegerakan memang berhak menerima hingga akhir haul.

Lihat bahasan dalam Al-Mu’tamad fii Al-Fiqh Asy-Syafii, 2:125-135.

 

Dalil-dalil yang menunjukkan zakat boleh dimajukan lebih awal

Dari ‘Ali, ia berkata,

أَنَّ الْعَبَّاسَ سَأَلَ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- فِى تَعْجِيلِ صَدَقَتِهِ قَبْلَ أَنْ تَحِلَّ فَرَخَّصَ لَهُ فِى ذَلِكَ

“Al-‘Abbas bertanya kepada Nabi–shallallahu ‘alaihi wa sallam–bolehkah mendahulukan penunaian zakat sebelum mencapai haul. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan keringanan dalam hal itu. ” (HR. Abu Daud, no. 1624; Tirmidzi, no. 678; Ibnu Majah, no. 1795; Ahmad 1:104. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkata pada ‘Umar,

إِنَّا كُنَّا قَدْ تَعَجَّلْنَا صَدَقَةَ مَالِ الْعَبَّاسِ لِعَامِنَا هَذَا عَامَ أَوَّلَ

“Kami dahulu pernah meminta memajukan penunaian zakat dari harta Al-‘Abbas pada tahun ini, padahal ini baru masuk tahun pertama.” (HR. Al-Baihaqi, 4:111).

Selain itu, tidak ada dalil yang menunjukkan terlarangnya hal ini. Sedangkan dalil,

وَلَيْسَ فِى مَالٍ زَكَاةٌ حَتَّى يَحُولَ عَلَيْهِ الْحَوْلُ

Dan tidak ada zakat pada harta hingga mencapai haul.” (HR. Abu Daud, no. 1573; Tirmidzi, no. 631 dan Ibnu Majah, no. 1792. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini sahih), hadits ini tidak menunjukkan larangan menunaikan zakat sebelum mencapai haul. Sekali lagi, zakat berbeda dengan shalat yang memiliki batasan waktu awal dan akhir. Tidak bisa kita qiyaskan (analogikan), satu ibadah dengan ibadah dengan lainnya karena memang keduanya tidak sama. Shalat itu memiliki batasan waktu yang tidak bisa kita analogikan. (Lihat Shahih Fiqh As-Sunnah, 2:64-65).

Alasan lain, boleh saja mendahulukan penunaian zakat sebelum mencapai haul jika terdapat sebab wajibnya asalkan telah mencapai nishab secara sempurna. Hal ini semisal dengan penunaian utang sebelum jatuh tempo atau penunaian kafaroh sumpah sebelum sumpah tersebut dibatalkan.

Kesimpulan, masih boleh mendahulukan pembayaran zakat maal dari waktunya, termasuk juga dimajukan saat masa pandemi seperti ini. Semoga harta yang dikeluarkan bisa meringankan beban saudara muslim yang lain.

Wallahu waliyyut taufiq was sadaad.

 

Baca Juga:


 

Diselesaikan siang hari, 28 April 2020, 5 Ramadhan 1441 H di Darush Sholihin

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com


Artikel asli: https://rumaysho.com/24167-memajukan-bayar-zakat-maal-dari-waktu-kebiasaan.html